Kebahagiaan Sejati Seorang Ibu Bukan di Hari Ibu
Apa karena dalih ingin menghargai jasa seorang Ibu? Kalau memang demikian, mengapa hanya 1 hari saja untuk menghargai seluruh jasa ibu kita selama ini? Apakah itu cukup? Mungkin tidak sedikit orang akan menjawab, “Mending daripada tidak pernah sama sekali”.
~~~
Biasanya
22 Desember berlalu begitu saja dengan peringatan hari ibu tetapi tidak
untuk tahun ini. Rasanya ada sebuah pertanyaan yang mengganjal di
benakku tentang sejarah atau asal usul dari hari yang sudah lazim
dikenal bahkan di seluruh dunia itu. Tahun ini merupakan peringatan Hari
Ibu ke-83. Sudah cukup lama ternyata orang-orang memperingatinya.
Namun, apakah mereka semua tahu apa sebenarnya yang mereka peringati
itu? Pernahkah mereka bertanya apa yang melatarbelakangi lahirnya
peringatan tersebut? Ironis memang. Bahkan aku sendiri baru tersadar di
tahun ini setelah membaca sebuah artikel yang dishare temanku di facebook mengenai sejarah hari ibu (mother’s day)
yang ternyata berasal dari agama kristen. Namun demikian, aku tidak
langsung percaya begitu saja. Aku terus mencari berbagai fakta berkaitan
dengan hal tersebut. Berbeda artikel berbeda pula pendapatnya. Wajar
saja karena itu merupakan sejarah. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari
tahu hukum merayakan hari ibu. Pencarianku berakhir pada sebuah artikel
di situs konsultasisyariah.com yang berjudul “Apa Hukum Perayaan Hari
Ibu?”. Dalam artikel tersebut jelas dikatakan bahwa perayaan tersebut
tergolong kepada bid’ah karena tidak diajarkan dalam agama Islam. Lantas
mengapa umat Islam justru berbondong-bondong merayakannya? Apa karena
dalih ingin menghargai jasa seorang Ibu? Kalau memang demikian, mengapa
hanya 1 hari saja untuk menghargai seluruh jasa ibu kita selama ini?
Apakah itu cukup? Mungkin tidak sedikit orang akan menjawab, “Mending
daripada tidak pernah sama sekali”. Mengenai hal ini aku bukannya tidak
setuju dengan perayaan hari ibu. Bagiku sah-sah saja asalkan kita tahu
persis bagaimana asal usulnya dan apa tujuan kita merayakannya. Terlebih
lagi yang aku lihat, perayaan hari ibu lebih mengarah ke acara
hura-hura (bersenang-senang) dengan makan-makan, misalnya. Seharusnya
kalau memang ingin mencoba membalas jasa ibu bukan begitu caranya. Kalau
kita berpikir bahwa tawa merupakan pancaran kebahagiaan dari ibu, kita
salah. Kebahagiaan sejati hadir dari ketentraman jiwa bukan dari
hura-hura dan setiap orang termasuk sosok ibu sekalipun pasti
mendambakan kebahagiaan sejati tersebut. Maka dari itu, sudah sepatutnya
kita mencoba untuk mewujudkan hal tersebut setiap hari tidak hanya di
hari ibu. Mendo’akan dan berbuat baik kepadanya saja sudah merupakan
suatu perbuatan yang mulia karena kita telah melakukan perintah Allah
dan hal itu pula yang sebenarnya didambakan ibu kita. Terlebih lagi do’a
dari anak shalih(ah) akan segera dikabulkan oleh Allah. Do’a tidak akan
terbatas dimensi ruang. Meskipun ibu kita telah menghadap Sang Khaliq,
do’a itu akan terus mengalir. Bukannkah itu suatu kebahagiaan bagi ibu
kita? Masihkah kita tertarik untuk berhura-hura seharian bersama ibu dan
melihat dia menderita selamanya? Wallahu’alam.
(pic: 우리 엄마…^^)